Jakarta — Dalam kemegahan Festival Film Cannes 2025, Indonesia kembali mencuri perhatian dunia melalui perhelatan “Indonesian Night”, yang menjadi panggung bagi sinema, budaya, dan diplomasi kreatif bangsa. Acara ini menegaskan posisi Indonesia sebagai negara dengan potensi besar di industri perfilman global dan kekuatan budaya yang unik.
Dihadiri oleh para sineas internasional, produser film, distributor, jurnalis, hingga penyelenggara festival, Indonesian Night menjadi ajang strategis memperkenalkan Indonesia sebagai produsen karya film berkualitas tinggi dengan identitas budaya yang kuat, bukan sekadar pasar film yang berkembang.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon, dalam pernyataannya, menegaskan komitmen penuh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk menjadikan kebudayaan sebagai landasan pengembangan industri film nasional. “Sebagai negara Mega Diversity, Indonesia siap mengangkat budaya lokal ke panggung dunia melalui kekuatan sinema,” ujar Fadli Zon , Senin (19/5/2025).
Fadli memaparkan bahwa pada tahun 2024, produksi film nasional mengalami lonjakan signifikan dengan lebih dari 200 film diproduksi, mencerminkan pertumbuhan industri yang pesat. Prestasi membanggakan lainnya adalah dominasi film Indonesia di bioskop, dengan 81 juta penonton, melampaui film impor dan menguasai 67 persen dari total 122,7 juta penonton nasional.
Indonesia hadir di Cannes 2025 dengan karya-karya unggulan yang berhasil masuk seleksi resmi, seperti Pangku, Renoir, Ikatan Darah, Timur, Sleep No More, serta film animasi Jumbo yang meraih hampir 10 juta penonton domestik. Tak hanya diputar, sejumlah film juga berhasil menjalin kerja sama dengan sales agent internasional, membuka jalan distribusi ke pasar global.
Nama-nama besar dalam dunia film Indonesia seperti Christine Hakim, Reza Rahardian, Iko Uwais, Ario Bayu, serta produser ternama Yulia Evina Bhara dan aktris Chelsea Islan, turut hadir membawa proyek-proyek film baru seperti “Rose Pandanwangi” yang tengah ditawarkan untuk pendanaan internasional.
Pertumbuhan industri film Indonesia tidak hanya terlihat dari karya yang dihasilkan, tetapi juga struktur ekosistem perfilman yang semakin matang. Kehadiran program seperti Jakarta Film Week dan Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) menunjukkan kekuatan diplomasi budaya melalui sinema. JAFF Market bahkan kini dikenal sebagai pasar film terbesar di Indonesia dan menjadi pusat koneksi industri film Asia.
Bergabungnya berbagai asosiasi film ternama dunia seperti Bucheon International Fantastic Film Festival (Korea Selatan) dan International Film Festival Rotterdam (Belanda) menjadi bukti bahwa Indonesia semakin dilirik bukan sebagai pasar pasif, tetapi sebagai mitra kreatif dan kolaborator produksi film global.
Sebagai penutup acara, tim Uwais Pictures menyuguhkan pertunjukan Pencak Silat, seni bela diri khas Indonesia yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO. Aksi ini memperkuat pesan bahwa budaya Indonesia tidak hanya kaya dan mendalam, tapi juga mampu tampil dinamis dan memikat di pentas internasional.
“Kami mengundang para pembuat film dunia untuk datang dan berkarya di Indonesia—tanah yang kaya akan budaya, keindahan lanskap sinematik, serta komunitas kreatif yang luar biasa. Budaya adalah jalan menuju perdamaian dan kemakmuran bersama,” tutup Fadli Zon.
Komentar