Jakarta – Pemulihan ekonomi nasional memasuki momentum krusial, dan menurut Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, inilah saat yang paling tepat bagi Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga acuan (BI Rate). Hal ini dinilai sebagai langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah meredanya tekanan eksternal.
Fakhrul menjelaskan bahwa penguatan nilai tukar rupiah dan meredanya ketegangan perdagangan global memberikan sinyal kuat untuk pelonggaran kebijakan moneter. Terlebih lagi, BI telah memberikan indikasi dalam pernyataan resminya pada April lalu bahwa ruang penurunan suku bunga sedang dipertimbangkan secara serius.
“Bank Indonesia sudah menyampaikan bahwa penurunan suku bunga bisa dilakukan bila stabilitas rupiah dan inflasi tetap terkendali. Langkah ini penting untuk mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi,” ungkap Fakhrul kepada InfoPublik, Senin (19/5/2025).
Ia menegaskan bahwa kondisi makroekonomi saat ini mendukung pelonggaran moneter, terutama karena prospek ekonomi global yang melemah menuntut adanya stimulus lebih lanjut untuk menjaga momentum pertumbuhan domestik.
Selain BI Rate, Fakhrul turut menyoroti pentingnya penyesuaian strategi dalam pengelolaan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Menurutnya, saat rupiah menguat, pasar menanti sikap BI terkait pengelolaan likuiditas agar efektif dalam mendukung transmisi kebijakan suku bunga.
“Penyesuaian tingkat imbal hasil SRBI serta jumlah lelang yang dimenangkan akan membantu memperkuat likuiditas di pasar uang. Ini akan memperkuat efek penurunan suku bunga terhadap intermediasi perbankan,” tambahnya.
Ia juga mendorong lanjutan pelonggaran kebijakan makroprudensial, dengan alasan bahwa pertumbuhan ekonomi yang masih berada dalam tren moderat membutuhkan dorongan dari sisi kredit dan konsumsi domestik. Menurut Fakhrul, dukungan kebijakan moneter dan makroprudensial sangat diperlukan secara simultan.
Dari sisi pasar modal, Fakhrul menyebut sinyal positif dari pasar global serta stabilitas dalam negeri dapat mendorong penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Ia memperkirakan bahwa pemangkasan suku bunga akan menjadi katalis utama dalam waktu dekat.
“IHSG berpotensi menembus level 7.300 dalam waktu dekat, dengan sektor perbankan menjadi pendorong utama karena masuknya arus dana asing yang signifikan,” ujarnya.
Namun demikian, Fakhrul mengingatkan pelaku pasar untuk tetap waspada terhadap potensi aksi ambil untung (profit taking), terutama jika terjadi eskalasi geopolitik global yang dapat mengganggu sentimen investor.
Ia juga menekankan bahwa selain aspek moneter dan pasar, penting bagi pemerintah untuk mengoptimalkan realisasi belanja negara melalui APBN, khususnya pada kuartal kedua tahun ini. April dan Mei disebut sebagai periode penting untuk memastikan eksekusi anggaran tepat waktu.
“Pasar akan memantau seberapa besar suplai obligasi pemerintah dan bagaimana realisasi belanja negara. Eksekusi anggaran yang efisien akan sangat menentukan arah ekonomi Indonesia di semester kedua—apakah bisa rebound atau stagnan,” pungkas Fakhrul.
Ia menyimpulkan bahwa meskipun volatilitas jangka pendek mulai menurun, arah kebijakan fiskal dan performa belanja negara akan menjadi penentu utama keberlanjutan pemulihan ekonomi nasional dalam jangka menengah.
Komentar